Siang itu panas sekali. Matahari
bersinar garang. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh Kancil. Dia sedang
tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang. Tiba-tiba saja mimpi
indahnya terputus. “Tolong! Tolong! ” terdengar teriakan dan jeritan
berulang-ulang. Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang
berlari-lari. “Ada apa, sih?” kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat
untuk dibuka karena masih mengantuk. Di kejauhan tampak segerombolan binatang
berlari-lari menuju ke arahnya. “Kebakaran! Kebakaran! ” teriak Kambing. ” Ayo
lari, Cil! Ada kebakaran di hutan! ” Memang benar. Asap tebal membubung tinggi
ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit dan berlari
mengikuti teman-temannya.
Kancil terus berlari. Wah, cepat
juga larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari cepat.
Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh, meninggalkan teman-temannya. “Aduh,
napasku habis rasanya,” Kancil berhenti dengan napas terengah-engah, lalu duduk
beristirahat. “Lho, di mana binatang-binatang lainnya?” Walaupun Kancil senang
karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa takut. “Wah, aku berada di mana
sekarang? Sepertinya belum pernah ke sini.” Kancil berjalan sambil mengamati
daerah sekitarnya. “Waduh, aku tersesat. Sendirian lagi. Bagaimana ini?’7
Kancil semakin takut dan bingung. “Tuhan, tolonglah aku.”
Kancil terus berjalan menjelajahi
hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir hutan. Ia
melihat sebuah ladang milik Pak Tani. “Ladang sayur dan buah-buahan? Oh,
syukurlah. Terima kasih, Tuhan,” mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh
dengan sayur dan buah-buahan yang siap dipanen. Wow, asyik sekali! “Kebetulan
nih, aku haus dan lapar sekali,” kata Kancil sambil menelan air liurnya.
“Tenggorokanku juga terasa kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan
dulu, ah.”
Dengan tanpa dosa, Kancil melahap
sayur dan buahbuahan yang ada di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia pasti marah
kalau melihat kejadian ini. Si Kancil nakal sekali, ya? “Hmm, sedap sekali,”
kata Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang kekenyangan. “Andai setiap hari
pesta seperti ini, pasti asyik.” Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di
bawah sebatang pohon yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya
mengantuk. “Oahem, aku jadi kepingin tidur lagi,” kata Kancil sambil menguap.
Akhirnya binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang
terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai
terdengar suara dengkurannya. Krr… krr… krrr…
Ketika bangun pada keesokan harinya,
Kancil merasa lapar lagi. “Wah, pesta berlanjut lagi, nih,” kata Kancil pada
dirinya sendiri. “Kali ini aku pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada buah timun
kesukaanku.” Maka Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas
itu. “Wow, itu dia yang kucari! ” seru Kancil gembira. “Hmm, timunnya kelihatan
begitu segar. Besarbesar lagi! Wah, pasti sedap nih.” Kancil langsung makan
buah timun sampai kenyang. “Wow, sedap sekali sarapan timun,” kata Kancil
sambil tersenyum puas. Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah
pohon rindang untuk beristirahat.
Pak Tani terkejut sekali ketika
melihat ladangnya. “Wah, ladang timunku kok jadi berantakan-begini,” kata Pak
Tani geram. “Perbuatan siapa, ya? Pasti ada hama baru yang ganas. Atau
mungkinkah ada bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?” Ladang
timun itu memang benar-benar berantakan. Banyak pohon timun yang rusak karena
terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun yang berserakan di tanah. 7
@ Hm, awas, ya, kalau sampai tertangkap! ” omel Pak Tani sambil
mengibas-ngibaskan sabitnya. “Panen timunku jadi berantakan.” Maka seharian Pak
Tani sibuk membenahi kembali ladangnya yang berantakan.
Dari tempat istirahatnya, Kancil
terus memperhatikan Pak Tani itu. “Hmm, dia pasti yang bernama Pak Tani,” kata
Kancil pada dirinya sendiri. “Kumisnya boleh juga. Tebal,’ hitam, dan
melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi… hi… hi…. Sebelumnya Kancil memang belum
pernah bertemu dengan manusia. Tapi dia sering mendengar cerita tentang Pak
Tani dari teman-temannya. “Aduh, Pak Tani kok lama ya,” ujar Kancil. Ya, dia
telah menunggu lama sekali. Siang itu Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya
dia ketagihan makan buah timun yang segar itu. Sore harinya, Pak Tani pulang
sambil memanggul keranjang berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel,
karena hasil panennya jadi berkurang. Dan waktunya habis untuk menata kembali
ladangnya yang berantakan. “Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu,”
Kancil bangkit dan berjalan ke ladang. Binatang yang nakal itu kembali berpesta
makan timun Pak Tani.
Keesokan harinya, Pak Tani geram dan
marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi. “Benar-benar keterlaluan! ” seru
Pak Tani sambil mengepalkan tangannya. “Ternyata tanaman lainnya juga rusak dan
dicuri.” Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. “Hmm,
pencurinya pasti binatang,” kata Pak Tani. “Jejak kaki manusia tidak begini
bentuknya.” Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si pencuri.
“Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya! ” Maka Pak Tani segera
meninggalkan ladang. Setiba di rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang
menyerupai manusia. Lalu dia melumuri orang-orangan ladang itu dengan getah
nangka yang lengket!
Pak Tani kembali lagi ke ladang.
Orang-orangan itu dipasangnya di tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti
manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar
tertiup angin. Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani.
“Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi,” ucap Kancil, yang melihat dari
kejauhan. “Ia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya diam saja, dan Pak
Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?” Lama sekali Kancil menunggu
kepergian teman Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan. “Ah, lebih baik aku ke sana,”
kata Kancil memutuskan. “Sekalian minta maaf karena telah mencuri timun Pak
Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun gratis.”
“Maafkan saya, Pak,” sesal Kancil di
depan orangorangan ladang itu. “Sayalah yang telah mencuri timun Pak Tani.
Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah, kan?” Tentu saj,a orang-orangan
ladang itu tidak menjawab. Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orang-orangan
itu tetap diam. Wajahnya tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil. “Huh,
sombong sekali!” seru Kancil marah. “Aku minta maaf kok diam saja. Malah
tersenyum mengejek. Memangnya lucu apa?” gerutunya. Akhirnya Kancil tak tahan
lagi. Ditinjunya orangorangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok
tangannya tidak bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah,
kini kedua tangannya melekat erat di tubuh boneka itu. ” Lepaskan tanganku! ”
teriak Kancil j engkel. ” Kalau tidak, kutendang kau! ” Buuuk! Kini kaki si
Kancil malah melekat juga di tubuh orang-orangan itu. “Aduh, bagaimana ini?”
Sore harinya, Pak Tani kembali ke
ladang. “Nah, ini dia pencurinya! ” Pak Tani senang melihat jebakannya
berhasil. “Rupanya kau yang telah merusak ladang dan mencuri timunku.” Pak Tani
tertawa ketika melepaskan Kancil. “Katanya kancil binatang yang cerdik,” ejek
Pak Tani. “Tapi kok tertipu oleh orang-orangan ladang. Ha… ha… ha…. ” Kancil
pasrah saja ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang
ayam. Tapi Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu
sate. ” Aku harus segera keluar malam ini j uga I ” tekad Kancil. Kalau tidak,
tamatlah riwayatku. ” Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur, Kancil
memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. “Ssst… Anjing, kemarilah,” bisik
Kancil. “Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan baru Pak Tani. Tahukah kau?
Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di rumah Pak Lurah. Asyik, ya?”
Anjing terkejut mendengarnya. “Apa?
Aku tak percaya! Aku yang sudah lama ikut Pak Tani saja tidak pernah diajak
pergi. Eh, malah kau yang diajak.” Kancil tersenyum penuh arti. “Yah, terserah
kalau kau tidak percaya. Lihat saja besok! Aku tidak bohong! ” Rupanya Anjing
terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta agar Kancil membujuk Pak Tani
untuk mengajakn-ya pergi ke pesta. “Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani,”
janji Kancil. “Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam.
Bagaimana?” Anjing setuju dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel
pintu kandang, dan masuk. Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang.
“Terima kasih,” kata Kancil sambil menutup kembali gerendel pintu. “Maaf Iho,
aku terpaksa berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan tolong sampaikan
maafku padanya.” Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak Tani. Anjing yang
malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya ketika Kancil sudah menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar